Senin, 13 Februari 2012

Gunung Masigit Kareumbi


Letak dan Luas

Kawasan seluas 12.420,70 hektar ini terletak pada area yang menjadi kewenangan tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang danKabupaten Garut. Sebagian besar area berada di Sumedang dan Garut.
Secara geografis kawasan TB. Gunung Masigit-Kareumbi terletak antara 6° 51′ 31” sampai 7° 00′ 12” Lintang Selatan dan 107° 50′ 30″” sampai 108° 1′ 30” Bujur Timur.
Peta Administrasi Wilayah dan Area TBMK
Peta Administrasi Wilayah dan Area TBMK
Data dasar Kawasan yang didapat dari BBKSDA Jabar adalah sebagai berikut:
  • Panjang Batas (1980): 128,46 KM
  • Orientasi Batas (1997) : Pal Batas seluruhnya 2201 buah (1117 baik, 802 rusak, 282 hilang).
  • Penataan Batas Blok : – Blok Pemanfaatan 7667,99 Ha
  • Blok Penyangga 4753,51 Ha

Asal Nama

Masigit diambil dari Pasir Masigit yang terletak di sebelah timur kawasan. Sedangkan Kareumbi berasal dari gunung Kareumbi di sebelah barat kawasan. Kareumbi juga nampaknya diambil dari nama sebuah pohon, yaitu pohon Kareumbi (Homalanthus populneus) yang semestinya dahulu banyak terdapat di gunung tersebut.

DAS

Kawasan ini merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk yang juga menjadi penyangga bagi sungai Citarum, sungai terbesar di Jawa Barat.
Dalam kawasan ini terdapat pula beberapa sumber air berupa sungai diantaranya adalah Sungai Cigunung, Cikantap, Cimanggu, Cihanyawar, Citarik Cideres, Cileunca, Cianten, Cikayap, Cibayawak, Cibangau, Cisereh dan Cimacan. Dapat ditambahkan juga Sungai Cideres, Citarik dan Cimulu.

Topografi

Topografi kawasan umumnya berbukit sampai bergunung-gunung dengan puncak tertinggi gunung Karenceng ± 1.763 m dpl.

Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt Ferguson, kawasan ini termasuk tipe iklim C dengan curah hujan rata-rata per tahun 1900 mm, kelembaban udara berkisar antara 60 – 90 % dan temperatur rata-rata 23 º C

Flora

Hutan alam Masigit Kareumbi di dominasi oleh jenis Pasang (Quercus sp.), Saninten (Castanea argentea), Puspa (Schima walichii), Rasamala (Altingia excelsea). Sedangkan tumbuhan bawahnya terdiri dari tepus (Zingiberaceae), Congok (Palmae), Cangkuang (Pandanaceae) dan lain-lain. Dari jenis liana dan epiphyt yang terdapat di kawasan ini adalah Seuseureuhan (Piper aduncum), Angbulu (Cironmera anbalqualis), Anggrek Merpati (Phalaenopsis sp), Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis), Kadaka (Drynaria sp), dan lain-lain. Hutan tanaman ± 40 % didomonir oleh jenis pinus (Pinus merkusii), Bambu (Bambusa sp),  dan Kuren (Acasia decurens).
Ikuti pranala berikut untuk melihat daftar flora di Masigit Kareumbi yang kami kumpulkan dari berbagai sumber.

Fauna

Jenis-jenis fauna yang ada di kawasan TB G. Masigit Kareumbi antara lain: Babi hutan (Sus vitatus), Rusa Tutul (Axis axis), Kijang (Muntiacus muntjak), Anjing hutan (Cuon javanica), Macan tutul (Panthera pardus), Kucing hutan (Felis bengalensis), Ayam hutan (Gallus sp), Kukang (Nycticebus coucang), Bultok (Megalaema zeylanica), Kera (Macaca fascicularis), Lutung (Tracypithecus auratus) dan Burung Walik (Chalcophals indica).
Ikut pranala berikut untuk melihat daftar fauna di Masigit Kareumbi yang kami kumpulkan dari berbagai sumber.

Pintu Masuk dan Akses

Ada beberapa pintu masuk ke kawasan TBMK.
1. KW: Bandung – Rancaekek – Bypass Cicalengka – Sindangwangi – Tanjungwangi, jarak ± 43 Km.
2. Cipancar: Bandung – Sumedang – Cipancar jarak ± 47 Km, ke lokasi ± 1,5 Km
3. Cibugel: Bandung – Limbangan – Cibugel jarak ± 68 Km, Cibugel- lokasi ±3 Km
Pintu masuk selengkapnya adalah sebagai berikut:
  1. Pintu Masuk Blok KW. (Cigoler)
    Ditempuh dengan route jalan Bandung – Cicalengka – Sindangwangi – Tanjungwangi – Blok KW. Jarak kota Bandung – Cicalengka ± 30 Km, menggunakan jalan raya propinsi atau dengan kereta api.
    Dari Cicalengka menuju Sindangwangi (± 13 Km) dengan jalan beraspal hotmix dalam kondisi baik (2009), dari Sindangwangi melintasi Kp. Leuwiliang menuju pintu masuk Blok KW (±2 Km) berupa jalan aspal kelas III dengan kondisi agak jelek dan sempit.
    Dari pintu masuk menuju blok KW ±1 km jalan berbatu makadam dengan kondisi agak jelek. Lokasi KW dapat dilalui dicapai oleh kendaraan roda empat, truk tentara dan bis mini (30 seat).
    STATUS: AKTIF
  2. Pintu masuk CIbugel / Cikudalabuh
    Dapat ditempuh melalui route Bandung – Balubur Limbangan – Cibugel (±68 Km), atau melalui route Bandung – Sumedang – Darmaraja – Cibugel (±72 Km), jalan beraspal dengan kondisi baik. Dari Cibugel menuju lokasi Cikudalabuh (±3 Km) jalan berbatu dengan kondisi agak jelek.
    STATUS: TIDAK AKTIF
  3. Pintu Masuk Ciceuri
    Ditempuh melalui route Bandung – Tanjungsari – Haurgombong – Ciceuri (±28 Km), sebagian kondisi jalan dari Haurgombong menuju lokasi Blok Ciceuri (±3 Km) berbatu dengan kondisi baik.
    STATUS: TIDAK AKTIF
  4. Pintu Masuk Cipancar
    Ditempuh melalui route Bandung – Sumedang menuju CIpancar (±47 Km) dengan jalan beraspal kondisi baik, selanjutnya dari Cipancar ke lokasi (± 1,5 Km) dengan kondisi jalan agak jelek.
    STATUS: TIDAK AKTIF
Pintu masuk utama menuju lokasi yang sudah dikelola oleh Manajemen adalah yang melalui Cicalengka. Lokasi pintunya disebut “KW” yang merupakan singkatan dari “Kawasan Wisata. Pintu ini terletak di kampung Leuwiliang, Desa Tanjungwangi, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Peta Arah ke KW (klik untuk detil)
KW dapat dicapai lebih kurang 14km dari kota Cicalengka, atau sekitar 90 menit berkendara dari Bandung. Jarak dari pintu tol
Jarak dari Tol Pasteur sampai KW adalah 62 kilometer.
Untuk membaca apa saja yang terdapat di KW, silahkan ikuti pranala ini.

Sejarah Pengelolaan Kawasan

Karena termasuk kawasan konservasi, kawasan ini menjadi tanggung jawab Departemen Kehutanan cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam cq. Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat.
TB. Gunung Masigit Kareumbi saat ini berada di bawah koordinasi Bidang Wilayah II dan Seksi Konservasi Wilayah III BBKSDA Jabar.
Milestone Pengelolaan Kawasan (klik untuk detil)

Periode 1921 – 1927

Berdasarkan Gouvernment Besluit No. 69 tanggal 26 Agustus 1921 dan Gouvernment Besluit No. 27 tanggal 27 Agustus 1927, komplek hutan Gunung Masigit Kareumbi ditetapkan sebagai kawasan Hutan (1).
Periode 1950an
Kawasan hutan Gunung Masigit Kareumbi dikelola oleh Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat. Dan selama dalam pengelolaan ini telah dilakukan kegiatan reboisasi antara tahun 1953 – 1976 dengan jenis tanaman pinus, rasamala, dan puspa seluas 4809,98 Ha (1).

Periode 1966

Pada sekitar tahun 1966, Pangdam Siliwangi, Bpk. Ibrahim Adjie memprakarsai pengembangan usaha di kawasan ini. Beliau membangun rumah di salah satu pintu masuk kawasan, yang selanjutnya disebut blok KW. Karena kesukaan terhadap olahraga berburu, beliau juga mengembangkan dan mengintroduksi berbagai jenis rusa, diantaranya Rusa Sambar (Cervus unicolor), Rusa Timor (Cervus timorensis), dan Rusa Tutul (Axis axis) (2).
Usaha ini dilakukan bersama-sama dengan Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat dengan seksi PPA Jawa Barat II dan Pemda Kabupaten bandung dengan tujuan memanfaatkan sumberdaya satwa liar yang dibina secara baik, sekaligus mengelola secara efisien. Jumlah rusa yang di introduksi sebanyak 25 ekor pada lahan berpagar seluas ±4 ha. Setahun kemudian pagar tersebut dibuka dan rusa dilepaskan ke dalam hutan (1).

Periode 1970 – 1988

Melalui SK. Menteri Pertanian No 297/Kpts/Um/5/1976 tanggal 15 Mei 1976 kawasan ini ditetapkan sebagai Hutan Wisata dengan fungsi Taman Buru.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 tahun 1978 tentang berdirinya Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, ditetapkan bahwa wilayah kerja Perum Perhutani III meliputi bekas wilayah Dinas Kehutanan Jawa Barat, diantaranya kawasan TB. Masigit Kareumbi.
Kemudian pada tahun 1980 dilakukan penataan batas luar oleh Direktorat Jenderal INTAG Departemen Kehutanan. Peta lampiran batas luar ini disahkan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal 2 Februari 1982.
Pada periode ini dibuatlah Rencana Pengelolaan (Management Plan) Hutan Wisata Buru Gunung Masigit-Kareumbi Tahun 1979 – 1984 oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Dalam rencana pengelolaan tersebut, dilakukan pembagian zonasi ke dalam 4 zona, yaitu:
  1. Zona Semi Perlindungan (Wilderness Zone) seluas ± 7.800,7 ha.
  2. Zona Rekreasi (Intensive Use Zone) seluas ± 520 ha.
  3. Zona Perlindungan (Sanctuary Zone) seluas ± 4.100 ha.
  4. Zona Penyangga (Buffer Zone) meliputi areal berjarak ± 500 m dari batas kawasan ke arah luar
Berdasarkan PP No. 36 tahun 1986 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) ditetapkan bahwa wilayah kerjanya meliputi hutan negara yang berada di Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, kecuali Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata (termasuk Taman Buru) dan Taman Nasional.
Sebagai tindak lanjut PP tersebut maka pada tanggal 27 Februari 1988 telah dilakukan serah terima pengelolaan Hutan Wisata Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, dari Direksi Perum Perhutani kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) yang disaksikan oleh Menteri Kehutanan di Bali yang tertuang dalam naskah Berita Acara Serah Terima dengan ketentuan bahwa Perum Perhutani masih dapat mengelola hutan tanaman pinus pada TB. Gunung Masigit Kareumbi yang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Departemen/ Direktorat Jendral PHPA (1).

Periode 1988 – 1998

Kemudian pada tahun 1990 dilakukan program Perencanaan Tapak (Site Plan) oleh Fakultas Kehutanan IPB kerja sama dengan BKSDA III. Dalam dokumen tersebut pembagian kewilayahan kawasan dilakukan sebagai berikut:
  1. Zona pengelolaan di Blok KW, Ciceuri, Cipancar dan Cibugel, Cikudalabuh
  2. Zona pengembangbiakan satwa buru di blok KW dan Cibugel
  3. Zona buru yang merupakan sebagian besar kawasan
  4. Zona non-buru di Blok Cipancar dan Ciceuri
  5. Zona penyangga diluar kawasan
Kemudian pada tahun 1992 dilakukan kembali program pembuatan rencana pengelolaan (management plan) dari Direktorat Jenderal PHPA yang disusun oleh PT. Aristan Ekawasta. Dalam konsep tersebut, kawasan dibagi dalam:
  1. Zona pengelolaan intensif
  2. Zona penangkaran
  3. Zona peliaran dan perlindungan satwa buru
  4. Zona padang buru di
  5. Zona wisata alam lainnya, dan
  6. Zona desa binaan/ daerah penyangga
Sehingga pada tahun 1990 – 1993 ini dapat disebutkan bahwa TB. Masigit Kareumbi dijadikan proyek percontohan oleh BKSDA III dengan sumber dana mencapai Rp. 520 juta. Sebagian besar dana tersebut digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana (1).
Dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 104/Kpts/II/1993 tanggal 20 Februari 1993, maka hak pengusahaan TB. Gunung Masigit Kareumbi diserahkan kembali kepada Perum Perhutani (1).
Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 141/Kpts/II/1998 tanggal 25 Februari 1998, Pengusahan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi oleh Perum Perhutani kembali dicabut (1).

Periode 1998

Muncul surat dari Menteri Kehutanan No. 235/Menhut/-II/1998, tanggal 25 Februari 1998 yang menyetujui bahwa Hak pengusahaan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi diserahkan kepada PT. Prima Multijasa Sarana (PMS) yang berada di blok pemanfaatan dan blok buru seluas 7.560,72 ha. Sedangkan sisanya seluas 4809,98 ha yang didalamnya terdapat tegakan pinus, hak pengusahaannya diserahkan kepada Perum Perhutani. Hak pengusahaan tersebut mencakup ijin untuk memanfaatkan dan menyadap getah.
Dalam perjalanannya kawasan ini kemudian ditetapkan melalui SK. Menhut No. 298/Kpts-II/98 tanggal 27 Pebruari 1998 dan nama resminya adalah Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.
Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan No. 733/II/Kum/1998 Tanggal 16 April 1998, tentang Ijin Prinsip Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi dinyatakan bahwa ijin Pengusahaan Perburuan bertanggung jawab atas kelestarian fungsi kawasan. Selain itu, kepada Perum Perhutani diberi kesempatan untuk menyadap getah pinus dan tidak untuk memanfaatkan kayu.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 923/Kpts-II/1999 Tanggal 14 Oktober 1999, diberikan ijin Pengusahaan Taman Buru kepada PT. PMS pada blok pemanfaatan Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi.
Namun dalam perjalanannya, pihak pengelola ini terkait kasus penebangan hasil hutan terutama kayu yang menyeret banyak pihak kepada hukum,  terutama pihak pengelola sendiri sampai akhirnya kawasan ini diambil lagi pengelolaannya oleh BKSDA.

Periode 2008 s/d Sekarang

Sampai tahun 2008, kawasan ini terutama area “KW”  berada dalam kondisi terbengkalai. Infrastruktur dan bangunan yang dibangun oleh pengelola sebelumnya termasuk oleh pemrintah dan berbagai program yang telah diluncurkan lambat laun rusak. Sebagian besar konstruksi bangunan dan infrastruktur, termasuk bangunan rumah pak Ibrahim Adjie dicuri orang. Bangunan Pusat Informasi Taman Buru milik BKSDA juga tak luput dari perusakan dan sudah tidak dapat digunakan kembali. Wisma Pemburu, kompleks taman safari mini, kolam renang, rumah sakit hewan bahkan mesjid juga tidak luput dari kerusakan.
Selain itu, perambahan kawasan untuk pertanian dan pengambilan kayu untuk keperluan bahan bangunan serta kayu bakar juga marak. Demikian juga perburuan liar yang menyebabkan satwa terutama rusa tak berbekas.
Pada sekitar tahun 2006, sesepuh Wanadri yang sering melakukan perjalanan ke kawasan ini,  Remi Tjahari (W-090-LANG) melihat potensi kawasan yang sangat besar. Namun di balik potensi kawasan sebagai daerah konservasi dan sangat layak dikembangkan untuk wisata dan pendidikan alam terbuka juga terdapat potensi kerusakan lingkungan bila tidak dikelola dengan baik.
Akhirnya pada tahun 2007, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki GunungWanadri menyampaikan minat untuk melakukan pengelolaan kawasan pada pihak Kementrian Kehutanan dan BBKSDA. Setelah menempuh berbagai kewajiban diantaranya pembuatan Rencana Jangka Pendek dan Menengah, pada bulan April tahun 2008, BBKSDA mengeluarkan surat keputusan No: 750/ BBKSDA JABAR. 1/ 2008 yang kemudian direvisi oleh SK No. 1111/BBKSDA JABAR.1/2009 yang pada intinya menyatakan bahwa BBKSDA setuju untuk melakukan kerjasama kemitraan Optimalisasi Pengelolaan Kawasan dengan Wanadri dan mekanisme kerjasamanya ditelurkan kedalam dokumen tersebut dengan diketahui oleh Departemen Kehutanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar